Senin, 11 Oktober 2010

Produk tahu Jomblang berkembang


Image
Foto: Iklimah
MENYUSURI
Jalan Tandang, Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, seperti memasuki pabrik raksasa. Karena hampir semua warganya†memproduksi makanan tahu. Makanan kecil yang berbahan dasar kedelai itu, menjadi ciri khas desa setempat. Puluhan warganya mempunyai dapur yang berisi alat-alat untuk memproduksi tahu. Pukul 03.00 WIB dini hari, denyut kehidupan warga Kelurahan Jomblang, sudah mulai terlihat. Warga memulai aktivitasnya membuat tahu. Lampu terlihat menyala terang di setiap dapur rumah warga yang ditata ala kadarnya.
Di tengah dapur terdapat tungku besar untuk merebus kedelai, yang sudah digiling. Tempat yang biasa dinamakan ’Jodi’ itu, terbuat dari cor batu bata, yang dibawahnya terdapat kayu sebagai alat pembakaran. ’’Jam tiga pagi sudah mulai. Kalau tidak, waktunya tidak nututi (mencukupi-red),’’ kata Pandiman (60), salah satu pengusaha tahu di daerah itu.
Aktivitas itu berlanjut hingga pukul 10.00 WIB, dan deretan tahu sudah siap dipasarkan. Bagi pengusaha yang juga membuat tahu gorengan, akan melanjutkan pekerjaannya menggoreng tahu, dan berakhir sekitar pukul 18.00 WIB. Hasil produksi hari itu kemudian†dijual untuk keesokan harinya. Aktivitas itu memang menjadi sebuah rutinitas yang menggerakkan roda ekonomi masyarakat Kelurahan Jomblang.
Menurut dia, membuat tahu bukan hanya dilakukan generasi dirinya sekarang. Melainkan sudah ada sejak ibu dan†neneknya dulu. Warga RT 1 RW 11 itu menceritakan, sejak ibunya beranjak tua, usaha tahu diteruskan dirinya, tepatnya tahun 2000. Saat itu, semua masih dikerjakan sendiri tanpa bantuan pekerja. Harga tahu sendiri masih Rp 2.000 per 10 biji. ’’Sekarang saya sudah punya 15 pekerja yang membantu di dapur,’’ cerita Pandiman.
’’Ini tidak ada campurannya sama sekali, asli kedelai. Karena kalau dicampur rasanya tidak enak,’’ terang Sastro, pengusaha tahu lainnya warga RT 2 RW 11. Lalu bagaimana caranya membuat Tahu? Pandiman sedikit berbagi soal pekerjaan yang digelutinya. Awalnya, kedelai yang sudah dikupas dicuci hingga bersih. Lalu, kedelai digiling dengan dicampur air hingga menyerupai tepung basah. Tepung itu lalu diendapkan hingga sehari dan selanjutnya dimasak menggunakan wajan besar.
Setelah sekitar satu jam, adonan itu didinginkan dan diperas menggunakan kain kasa. Hasil perasan tepung kedelai itu lalu diendapkan beberapa jam. Bagian atas akan berupa air yang biasa disebut cuka tahu, dan bagian bawah terdapat endapan seperti tepung lembek.
Rp 96 juta Menurut Pandiman, dalam sehari dirinya mengolah satu kuintal kedelai, untuk kemudian dijadikan tahu. Hasil produksinya dipasarkan hampir di semua kecamatan di Semarang, mulai Semarang kota, Selatan, Timur, hingga Barat dan Kabupaten Kendal. Setiap hari, sudah ada pembeli yang datang ke rumahnya mengambil tahu†buatannya. ’’Tapi saya juga menjualnya sendiri di Pasar Jomblang. Pukul 11 siang biasanya sudah habis,’’ terangnya.
Pandiman, adalah satu dari puluhan warga yang memproduksi tahu. Dari data di Paguyuban Pengusaha Tahu Jomblang, di daerah itu, jumlah pengusaha tahu mencapai 40 keluarga. Jika†rata-rata warga mengolah satu kuintal kedelai, maka setiap harinya ada 40 kuintal kedelai yang diolah warga Jomblang.
Dan setiap satu kuintal kedelai, akan bisa menghasilkan tahu sebanyak 9.600 biji. Maka, omzet setiap warga Jomblang dalam sehari mencapai†Rp 2,4 juta (1 biji tahu Rp 250). Jika terdapat 40 warga yang memproduksi tahu, maka omzet pengusaha tahu di Jomblang mencapai Rp 96 juta/hari.
Memang, hitungan itu masih sangat sederhana karena belum dipotong biaya produksi. Tapi, prospek usaha tahu masih cerah diakui Imam, pengusaha lainnya. Menurut dia, tahu sudah menjadi makanan pokok bagi masyarakat Semarang dan sekitarnya. Sehingga, tahu tidak mengenal musiman, karena terus diproduksi. ’’Dulu saya tidak mau ikut. Tapi, sekarang malah tak pernah berhenti membuat tahu,’’ ujarnya sambil terkekeh.
Pandiman mengaku, sampai sekarang tak terbersit membuka usaha lain selain produksi tahu. Karena, bisa dibilang tahu menjadi warisan leluhur mereka. Dia tidak tahu kapan Desa Jomblang saat memulai usaha tahu untuk pertama kalinya. Karena, sejak tahun 1960-an, tahu sudah ada di Jomblang, dan biasa dimakan warga Semarang. ’’Ini bisnis utama keluarga kami. Tidak ada usaha lain. Ya, ini saja,’’ terangnya. Iik-Am

Tidak ada komentar:

Posting Komentar